Salam Maha Siswa............
Kali ini ijn kan saya memposting opini dari salah satu teman saya yang saya rasa sangat bagus dan sangat membantu kita dalam berpikir lebih maju sebagai seorang pelajar. Berikut opini nya....
RINDU
SEORANG GURU PENDIDIK
Menjamurnya berbagai sekolah Unggulan, Rintisan Sekolah Berstandar Internasional,
Sekolah berprogram full-day, dan
berbagai sekolah yang menawarkan sistem pengajaran terbaru. Persaingan dalam
pembangunan insfratuktur dan sistem managemen sekolah terus berlanjut. Menjadi
lahan bisnis baru dalam bidang pendidikan. Saya sebagai seorang murid yang
telah merasakan menjadi bagian dalam sistem pengajaran yang sudah puluhan tahun
bahkan ratusan tahun yang lalu sudah eksis. Selama kurun waktu 12 tahun menempa
pendidikan sekolah yang paling memberi kebebasan berbuat hanya sewaktu Taman
Kanak-kanak (TK). Selama itu pula menjadi salah satu orang yang telah tersistem
oleh belenggu yang biasa dikatakan Pendidikan Formal.
Awal abad ke-21 ini, berbagai lembaga
pendidikan negeri maupun swasta bersaing untuk menawarkan berbagai sitem
pendidikan “yang berkualitas”bukan hanya di bumi pertiwi ini tapi bahkan seluru
penjuru dunia. Sekolah “Unggulan”, dengan predikat sekolah favorit tempat
sekolahnya bagi orang-orang “pintar”, bernilai tinggi, dan berduit.
Sesungguhnya sekolah yang bertitle ‘Unggulan’ inilah diskriminasi sosial bagi
para murid dalam bidang pendidikan. Bagaimana bisa seorang murid hanya dinilai
dari segi akademik, apakah manusia diberi akal hanya untuk menyelesaikan
berbagai tugas sekolah? Apakah hanya untuk mendapat nilai bagus yang otomatis
bisa diberi predikat manusia unggul?. Setiap manusia diberi kelebihan,
karakter, skill, ambisi, cita-cita, kekurangan, perasaan berbeda dan kemampuan
khusus yang membedakan antarsesama manusia.
Oleh karena itu, tidak ada namanya “Manusia Unggul”, apalagi sekolah
unggulan. Sepertinya kita harus menonton film 3 idiots dan Tareezamen Par.
Untuk sedikit memahami manusia.
Sesungguhnya sekolah memang diprogram bukan
pendidikan bagi umat manusia untuk menemukan jati diri, siapa diri, dan
pengembangan kelebihan para murid. Para murid diprogram seperti robot, yang
harus taat kepada pengajar, dipaksa menuruti peraturan-peraturan yang
memenjarakan kebebasan berfikir dan bertindak, dan pasti setiap kebebasan itu
ada yang namanya batasan tetapi bukan dengan peraturan-peraturan yang
semena-mena. Para murid dipaksa duduk diberi materi-materi, diam, mendengar
para pengajar ceramah seperti khutbah Sholat jum’at, dan diprogram untuk
menjadi sesuatu yang kadang tidak concern
dengan kemampuan para murid. H. L
Mencken berkata ” Masa sekolah
adalah saat yang paling tidak membahagiakan dalam seluruh periode keberadaan
manusia di dunia, masa penuh tugas-tugas bodoh, dan membosankan,
peraturan-peraturan baru yang tidak menyenangkan dan pelanggaran semena-mena
terhadap akal sehat dan perilaku yang pantas”.
Sistem pemeringkatan murid dalam kelas yang
dimaksudkan untuk memotivasi para murid supaya berkembang, kenyataanya
mengkerdilkan mental para murid yang belum mampu bersaing dalam bidang
akademik. Bagi para murid yang mendapat peringkat terbawah akan merasa malu dan
pasrah akan keadaan, sebaliknya bagi para murid yang mendapat peringkat teratas
akan disanjung-sanjung dan dibangga-banggakan yang bisa membuat seseorang
merasa lebih hebat dari orang lain. Padahal tidak ada seorang manusia yang
lebih unggul atau hebat dari sesamanya.
Pengajaran, semua orang sesungguhnya tak perlu
diajari karena mereka sudah mempunyai kelebihan masing-masing. Galileo Galilei
berkata “kau tak pernah bisa mengajari
orang apapun, kau hanya bisa membantunya menemukan hal itu pada dirinya”. Begitu
juga mantan Perdana Menteri Inggris Sir Winston Churcill, yang pada masa
sekolah dulu berkali-kali tidak naik kelas karena gagal dalam satu mata
pelajaran yaitu Bahasa Inggris, beliau berkata “Aku selalu siap belajar, tapi aku tidak selalu suka diajari”.
Para murid pun tidak dididik untuk bisa
menerima kegagalan, selalu hanya sukses dan sukses. Robert T Kyosaki, penulis
Buku BestSeller Rich Dad Poor Dad
berkata “Sukses adalah guru yang buruk”.
Hanya diajarkan dan dibumbui serba sukses tanpa pendidikan emosional dalam menerima
kegagalan, makanya tidak usah heran pada saat Ujian Nasional yang belum lulus
merasa putus asa dan bahkan banyak yang setres. Karena yang dididik hanya
akademik saja belum menyentuh pada pendidikan emosional. Bagaimana mau sukses
kalau tak pernah gagal. Yang lebih parahnya para murid diberi nasehat klasik
yang berlaku pada era industri,”kalau
tidak mendapat nilai bagus, kau tidak akan mendapatklan pekerjaan yang amandan
menjamin dengan tunjangan”. Seolah para murid diprogram untuk menjadi buruh
semuanya.
Sesungguhnya para pendidik yang yang sangat
dibutuhkan bukan sekedar profesi pengajar, yang sekarang menjadi alternatif
mata pencaharian. Para pendidik yang bisa membantu menemukan, mengembangkan
kelebihan dan kemampuan para murid, dan diprioritaskan dalam pendidikan moral
serta emosional. Karena inilah yang sangat berpengaruh dalam proses pendidikan
bukan hanya akademik semata. Pendidik bukan saja seseorang yang berdiri didepan kelas. Entah itu Presiden,
Orangtua, polisi, pahlawan, pejabat, pengusaha, dll yang memang mengabdi untuk
pendidikan moral dan kemampuan umat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar