Rabu, 29 Februari 2012

RINDU SEORANG GURU PENDIDIK

Salam Maha Siswa............
Kali ini ijn kan saya memposting opini dari salah satu teman saya yang saya rasa sangat bagus dan sangat membantu kita dalam berpikir lebih maju sebagai seorang pelajar. Berikut opini nya....

RINDU SEORANG GURU PENDIDIK
Menjamurnya berbagai sekolah Unggulan, Rintisan Sekolah Berstandar Internasional, Sekolah berprogram full-day, dan berbagai sekolah yang menawarkan sistem pengajaran terbaru. Persaingan dalam pembangunan insfratuktur dan sistem managemen sekolah terus berlanjut. Menjadi lahan bisnis baru dalam bidang pendidikan. Saya sebagai seorang murid yang telah merasakan menjadi bagian dalam sistem pengajaran yang sudah puluhan tahun bahkan ratusan tahun yang lalu sudah eksis. Selama kurun waktu 12 tahun menempa pendidikan sekolah yang paling memberi kebebasan berbuat hanya sewaktu Taman Kanak-kanak (TK). Selama itu pula menjadi salah satu orang yang telah tersistem oleh belenggu yang biasa dikatakan Pendidikan Formal.
Awal abad ke-21 ini, berbagai lembaga pendidikan negeri maupun swasta bersaing untuk menawarkan berbagai sitem pendidikan “yang berkualitas”bukan hanya di bumi pertiwi ini tapi bahkan seluru penjuru dunia. Sekolah “Unggulan”, dengan predikat sekolah favorit tempat sekolahnya bagi orang-orang “pintar”, bernilai tinggi, dan berduit. Sesungguhnya sekolah yang bertitle ‘Unggulan’ inilah diskriminasi sosial bagi para murid dalam bidang pendidikan. Bagaimana bisa seorang murid hanya dinilai dari segi akademik, apakah manusia diberi akal hanya untuk menyelesaikan berbagai tugas sekolah? Apakah hanya untuk mendapat nilai bagus yang otomatis bisa diberi predikat manusia unggul?. Setiap manusia diberi kelebihan, karakter, skill, ambisi, cita-cita, kekurangan, perasaan berbeda dan kemampuan khusus yang membedakan antarsesama manusia.  Oleh karena itu, tidak ada namanya “Manusia Unggul”, apalagi sekolah unggulan. Sepertinya kita harus menonton film 3 idiots dan Tareezamen Par. Untuk sedikit memahami manusia.
Sesungguhnya sekolah memang diprogram bukan pendidikan bagi umat manusia untuk menemukan jati diri, siapa diri, dan pengembangan kelebihan para murid. Para murid diprogram seperti robot, yang harus taat kepada pengajar, dipaksa menuruti peraturan-peraturan yang memenjarakan kebebasan berfikir dan bertindak, dan pasti setiap kebebasan itu ada yang namanya batasan tetapi bukan dengan peraturan-peraturan yang semena-mena. Para murid dipaksa duduk diberi materi-materi, diam, mendengar para pengajar ceramah seperti khutbah Sholat jum’at, dan diprogram untuk menjadi sesuatu yang kadang tidak concern dengan kemampuan para murid. H. L  Mencken berkata ” Masa sekolah adalah saat yang paling tidak membahagiakan dalam seluruh periode keberadaan manusia di dunia, masa penuh tugas-tugas bodoh, dan membosankan, peraturan-peraturan baru yang tidak menyenangkan dan pelanggaran semena-mena terhadap akal sehat dan perilaku yang pantas”.
Sistem pemeringkatan murid dalam kelas yang dimaksudkan untuk memotivasi para murid supaya berkembang, kenyataanya mengkerdilkan mental para murid yang belum mampu bersaing dalam bidang akademik. Bagi para murid yang mendapat peringkat terbawah akan merasa malu dan pasrah akan keadaan, sebaliknya bagi para murid yang mendapat peringkat teratas akan disanjung-sanjung dan dibangga-banggakan yang bisa membuat seseorang merasa lebih hebat dari orang lain. Padahal tidak ada seorang manusia yang lebih unggul atau hebat dari sesamanya.
Pengajaran, semua orang sesungguhnya tak perlu diajari karena mereka sudah mempunyai kelebihan masing-masing. Galileo Galilei berkata “kau tak pernah bisa mengajari orang apapun, kau hanya bisa membantunya menemukan hal itu pada dirinya”. Begitu juga mantan Perdana Menteri Inggris Sir Winston Churcill, yang pada masa sekolah dulu berkali-kali tidak naik kelas karena gagal dalam satu mata pelajaran yaitu Bahasa Inggris, beliau berkata “Aku selalu siap belajar, tapi aku tidak selalu suka diajari”.
Para murid pun tidak dididik untuk bisa menerima kegagalan, selalu hanya sukses dan sukses. Robert T Kyosaki, penulis Buku BestSeller Rich Dad Poor Dad berkata “Sukses adalah guru yang buruk”. Hanya diajarkan dan dibumbui serba sukses tanpa pendidikan emosional dalam menerima kegagalan, makanya tidak usah heran pada saat Ujian Nasional yang belum lulus merasa putus asa dan bahkan banyak yang setres. Karena yang dididik hanya akademik saja belum menyentuh pada pendidikan emosional. Bagaimana mau sukses kalau tak pernah gagal. Yang lebih parahnya para murid diberi nasehat klasik yang berlaku pada era industri,”kalau tidak mendapat nilai bagus, kau tidak akan mendapatklan pekerjaan yang amandan menjamin dengan tunjangan”. Seolah para murid diprogram untuk menjadi buruh semuanya.
Sesungguhnya para pendidik yang yang sangat dibutuhkan bukan sekedar profesi pengajar, yang sekarang menjadi alternatif mata pencaharian. Para pendidik yang bisa membantu menemukan, mengembangkan kelebihan dan kemampuan para murid, dan diprioritaskan dalam pendidikan moral serta emosional. Karena inilah yang sangat berpengaruh dalam proses pendidikan bukan hanya akademik semata. Pendidik bukan saja seseorang yang  berdiri didepan kelas. Entah itu Presiden, Orangtua, polisi, pahlawan, pejabat, pengusaha, dll yang memang mengabdi untuk pendidikan moral dan kemampuan umat manusia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar