Rabu, 16 Januari 2013

APA ITU ANDRAGOGI?


Kamu anak SD? Bukan, Kamu anak SMP? Bukan, Kamu anak SMA? Bukan, terus apa dong? Mahasiswa dong. Kalo Mahasiswa kenapa masih mengandalkan pelajaran di sekolah, kalo gitu sama aja dong kayak anak Sekolahan -_-“
Yap, kalo temen-temen ngaku anak kuliahan atau mahasiswa sebaiknya menghilangkan beberapa kebiasaan ala anak sekolahan. Anak sekolahan mengerjakan PR, bergantung pada gurunya dan tidak berkembang. Sedangkan kita–kita adalah anak kuliah yang akan berkembang jika kita mencari kalo cuma duduk manis nunggu apa yang dikasih dosen itu tidak akan berkembang. Mahasiswa lebih menganut pembelajaran Andragogi, yang akan kita bahas di artikel ini.
Andragogi adalah ilmu atau seni yang membantu orang dewasa belajar. Andragogi adalah kelanjutan dari Paedagogi yang banyak memberikan tanggung jawab segala keputusan tentang pembelajaran kepada gurunya dan meletakan murid sebagai dalam satu peranan yang terikat.
Malcolm Knowles dalam bukunya The ModernPractice for Adult Education menekankan bahwa dasar Andargogi setidaknya ada empat asumsi yaitu; Konsep kemandirian mengatur diri; pengalaman orang dewasa adalah khazanah; kesiapan untuk belajar bergantung pada kebutuhan; dan orientasi pada belajar adalah berpusat pada kehidupan atau masalah.
Lebih rincinya berikut ini:
1. Mandiri (Self Dirrecting)
Mahasiswa seyogyanya dilibatkan dalam proses perencanaan pembelajaran karena dosen hanya berperan sebagai pemandu atau sumber materi. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab bersama antara mahasiswa dan dosen karena dosen menjadi sumber dan katalisator.
2. Banyak dan beragam pengalaman
Keaneka ragaman pengalaman mahasiswa memiliki tiga implikasi:
a. Teknik – teknik partisipatoris yang eksperensial seyogyanya digunakan agar dapat membuka pengalaman – pengalaman mahasiswa
b. Provision seyogyanya dibuat untuk mahasiswa untuk merencanakan bagaimana mengaplikasikan hasil belajarnya ke dalam kehidupan nyata
c. Kegiatan – kegiatan seyogyanya bergabung menjadi satu dan mendorong mahasiswa untuk memperhatikan pengalaman – pengalaman secara objektif dan belajar bagaimana belajar yang sesungguhnya itu dari mereka
3. Siap untuk belajar
Kurikulum diorganisir agar mempertemukan keperdulian kehidupan nyata individu, daripada hanya memenuhi satu tuntutan untuk mensponsori lembaga semata. Konsep kesiapan yang bersifat berkembang seyogyanya dipandang dalam pengelompokan mahasiswa. Bagi sejumlah konsep belajar, kelompok homogen lebih efektif, dan bagi bentuk lain belajar, kelompok heterogen lebih efektif.
4. Berpusat pada kinerja (performance)
Sejumlah implikasi muncul dari pernyataan ini:
a. Dosen mutlak menyesuaikan diri dengan kebutuhan individual dan mengembangkan pengalaman belajar yang relevan dengan kebutuhan


b. Mengorganisir kegiatan belajar mahasiswa yang sesuai dengan konteks wilayah – wilayah masalah, bukan hanya materi mata kuliah
c. Sedini mungkin dalam sesi pembelajaran mahasiswa, harus ada satu proses latihan dimana mahasiswa berkesempatan mengidentifikasi persoalan – persoalan tertentu yang dapat mereka pecahkan dengan lebih memadai.
Jika pertanyaannya adalah mengapa harus menggunakan Andragogi?
Karena mahasiswa bukan lagi siswa yang harus digiring kesana kemari dalam pencarian ilmu, kalau kita sebagai mahasiswa masih saja mengikuti apa yang dikatakan dosen dan tidak mengkritisi ketika dosen “mencekoki” kita dengan berbagai hal – hal baru. Apa bedanya kita dengan anak TK atau anak SD?
Kita sebagai mahasiswa memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang seluas – luasnya, bahkan saya pernah dengar di beberapa perguruan tinggi dosen hanya datang, presensi dan keluar lagi setelah menanyakan tugas atau pertanyaan tentang mata kuliahnya. Hal ini sah saja saya rasa, karena memang dosen seharusnya tidak terlalu banyak mengoceh hal – hal yang tidak jelas. Ambilah contoh seorang dosen yang lebih sering menceritakan pengalaman pribadinya ketimbang materi. Saya rasa lebih baik ia menggunakan metode datang – presensi – pulang begitu saja daripada celotehannya tidak bermafaat.
Namun adapula mahasiswa yang selau menjadi “buntut” para dosen, mahasiswa yang seperti itu tak ada bedanya dengan anak SD saja.
Ya setidaknya ketika sesuatu tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, mahasiswa dan dosen sama – sama saling memperbaiki demi kebaikan bersama. Toh tidak ada salahnya ketika dosenpun belajar dari mahasiswanya. Karena pembelajaran Andragogi menekankan pada kemandirian dan share, dan prinsip Long Life Education harus terus digenggam. Sehingga pendidikan di Indonesia akan semakin menuju kearah yang positif dan dapat dibanggakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar