Kamu
anak SD? Bukan, Kamu anak SMP? Bukan, Kamu anak SMA? Bukan, terus apa dong?
Mahasiswa dong. Kalo Mahasiswa kenapa masih mengandalkan pelajaran di sekolah,
kalo gitu sama aja dong kayak anak Sekolahan -_-“
Yap,
kalo temen-temen ngaku anak kuliahan atau mahasiswa sebaiknya menghilangkan
beberapa kebiasaan ala anak sekolahan. Anak sekolahan mengerjakan PR,
bergantung pada gurunya dan tidak berkembang. Sedangkan kita–kita adalah anak
kuliah yang akan berkembang jika kita mencari kalo cuma duduk manis nunggu apa
yang dikasih dosen itu tidak akan berkembang. Mahasiswa lebih menganut
pembelajaran Andragogi, yang akan kita bahas di artikel ini.
Andragogi
adalah ilmu atau seni yang membantu orang dewasa belajar. Andragogi adalah
kelanjutan dari Paedagogi yang banyak memberikan tanggung jawab segala
keputusan tentang pembelajaran kepada gurunya dan meletakan murid sebagai dalam
satu peranan yang terikat.
Malcolm
Knowles dalam bukunya The ModernPractice for Adult Education menekankan bahwa dasar
Andargogi setidaknya ada empat asumsi yaitu; Konsep kemandirian mengatur diri;
pengalaman orang dewasa adalah khazanah; kesiapan untuk belajar bergantung pada
kebutuhan; dan orientasi pada belajar adalah berpusat pada kehidupan atau
masalah.
Lebih
rincinya berikut ini:
1.
Mandiri (Self Dirrecting)
Mahasiswa
seyogyanya dilibatkan dalam proses perencanaan pembelajaran karena dosen hanya
berperan sebagai pemandu atau sumber materi. Proses pembelajaran menjadi
tanggung jawab bersama antara mahasiswa dan dosen karena dosen menjadi sumber
dan katalisator.
2.
Banyak dan beragam pengalaman
Keaneka
ragaman pengalaman mahasiswa memiliki tiga implikasi:
a.
Teknik – teknik partisipatoris yang eksperensial seyogyanya digunakan agar
dapat membuka pengalaman – pengalaman mahasiswa
b.
Provision seyogyanya dibuat untuk mahasiswa untuk merencanakan bagaimana
mengaplikasikan hasil belajarnya ke dalam kehidupan nyata
c.
Kegiatan – kegiatan seyogyanya bergabung menjadi satu dan mendorong mahasiswa
untuk memperhatikan pengalaman – pengalaman secara objektif dan belajar
bagaimana belajar yang sesungguhnya itu dari mereka
3.
Siap untuk belajar
Kurikulum
diorganisir agar mempertemukan keperdulian kehidupan nyata individu, daripada
hanya memenuhi satu tuntutan untuk mensponsori lembaga semata. Konsep kesiapan
yang bersifat berkembang seyogyanya dipandang dalam pengelompokan mahasiswa.
Bagi sejumlah konsep belajar, kelompok homogen lebih efektif, dan bagi bentuk
lain belajar, kelompok heterogen lebih efektif.
4.
Berpusat pada kinerja (performance)
Sejumlah
implikasi muncul dari pernyataan ini:
a.
Dosen mutlak menyesuaikan diri dengan kebutuhan individual dan mengembangkan
pengalaman belajar yang relevan dengan kebutuhan
b.
Mengorganisir kegiatan belajar mahasiswa yang sesuai dengan konteks wilayah –
wilayah masalah, bukan hanya materi mata kuliah
c.
Sedini mungkin dalam sesi pembelajaran mahasiswa, harus ada satu proses latihan
dimana mahasiswa berkesempatan mengidentifikasi persoalan – persoalan tertentu
yang dapat mereka pecahkan dengan lebih memadai.
Jika
pertanyaannya adalah mengapa harus menggunakan Andragogi?
Karena
mahasiswa bukan lagi siswa yang harus digiring kesana kemari dalam pencarian
ilmu, kalau kita sebagai mahasiswa masih saja mengikuti apa yang dikatakan
dosen dan tidak mengkritisi ketika dosen “mencekoki” kita dengan berbagai hal –
hal baru. Apa bedanya kita dengan anak TK atau anak SD?
Kita
sebagai mahasiswa memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang seluas –
luasnya, bahkan saya pernah dengar di beberapa perguruan tinggi dosen hanya
datang, presensi dan keluar lagi setelah menanyakan tugas atau pertanyaan
tentang mata kuliahnya. Hal ini sah saja saya rasa, karena memang dosen
seharusnya tidak terlalu banyak mengoceh hal – hal yang tidak jelas. Ambilah
contoh seorang dosen yang lebih sering menceritakan pengalaman pribadinya
ketimbang materi. Saya rasa lebih baik ia menggunakan metode datang – presensi
– pulang begitu saja daripada celotehannya tidak bermafaat.
Namun
adapula mahasiswa yang selau menjadi “buntut” para dosen, mahasiswa yang
seperti itu tak ada bedanya dengan anak SD saja.
Ya
setidaknya ketika sesuatu tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, mahasiswa
dan dosen sama – sama saling memperbaiki demi kebaikan bersama. Toh tidak ada
salahnya ketika dosenpun belajar dari mahasiswanya. Karena pembelajaran
Andragogi menekankan pada kemandirian dan share, dan prinsip Long Life
Education harus terus digenggam. Sehingga pendidikan di Indonesia akan semakin
menuju kearah yang positif dan dapat dibanggakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar