Ada
tiga tahap persekolahan yang katanya harus dilalui setiap manusia di Indonesia,
yakni SD, SMP dan SMA. Wajib belajar 12 tahun dalam bahasa sehari harinya.
Semua institusi pendidikan tersebut untuk menyeleksi peserta didik serta
sebagai indikator terhadap kelulusan dan naik kelas pasti selalu melalui
mekanisme yang namanya ujian. institusi pendidikan tersebut dalam melaksanakan
ujian tertulis pasti lebih mengedepankan yang namanya konsep menghapal
pelajaran, apalagi tipikal gurunya yang CBSH (catat buku sampai habis).
Biasanya guru seperti ini adalah guru warisan orde baru yang berhasil menjadi
tenaga pendidik dengan segepok uang dan segenggam nepotisme,hah katanya sebagai
pencerdas kehidupan berbangsa, namun esensinya malah sebaliknya.
Bahkan
setelah mengecap yang namanya bangku perkuliahan terkadang, bahkan sering masih
diperhadapkan kepada metode ujian yang mengutamakan metode menghapal, kurikulum
pendidikan kebanyakan menawarkan materi ujian yang mengutamakan menghapal, dan
bukan memahami atau menganalisis, tentu saja hal tersebut memaksa banyak
peserta ujian untuk mencontek coba kalau soal ujiannya memahami serta analisis
pasti budaya mencontek akan berkurang dan budaya diskusi semakin menanjak Jika
ingat waktu dulu maka saya termasuk orang yang sedikit sulit menghafal yang
namanya pelajaran apalagi yang ilmu alam , bisa jadi karena tingkat konsentrasi
yang rendah atau rasa malas yang
berlebihan atau mungkin karena memang
menghafal adalah pekerjaan yang membosankan menurut saya setelah menunggu,
apalagi menunggu diterima cintanya (hehehe).
Faktanya
menghapal merupakan cara yang sangat susah untuk mengkoleksi informasi yang
ada, selain memeras otak, menghapal dalam prosesnya tidak melatih kinerja otak
untuk memecahkan persoalan yang ada.
Sama
seperti ketika ujian berlangsung, dengan
ujian yang membutuhkan jawaban dari hasil hapalan dapat menjadi boomerang bagi
si peserta ujian, apalagi soal ujiannya menuntut suatu jawaban dengan urutan
yang mesti sesuai, bisa saja tiba tiba otak blank terkait yang di hapal pada
malam hari sebelum ujian. Jika kejadian tersebut terjadi tentu saja akan muncul
‘kreatifitas’ baru dari peserta ujian.
Nah
ketika ujian telah selesai maka banyak informasi yang disimpan di dalam otak
justru akan hilang dengan cepat seiring dengan hadirnya perasaan lega setelah
ujian selesai dilalui, hal ini dapat di buktikan dengan menanyakan kembali
jawaban ujian pada hari besok setelah ujian, kebanyakan kita akan mendapat
jawaban lupa.
Sudah
seharusnya para tenaga pendidik lebih kreatif dalam memberikan soal ujian
kepada peserta didiknya, metode pemahaman dan analis merupakan suatu inovasi
dalam pelaksanaan ujian. Dalam ujian
hendaknya diperbolehkan berdiskusi dan membaca buku, kemudian soal yang
dihadirkan adalah contoh kasus yang harus dianalisis berdasarkan data dari buku
maupun hasil diskusi, yakinlah jawaban setiap peserta ujian pasti tidak akan
pernah sama secara keseluruhan, tenaga pendidik sepertinya harus menilai
peserta didik dari penyampaian informasi dan pemahaman saat ujian.
Dengan
metode seperti ini tenaga pendidik juga akan lebih berpikir luas dalam mencari
ide untuk menghadirkan soal yang menantang berpikir peserta didiknya, soal
seperti “sebutkan ciri ciri x berdasarkan pendapat y” hanya akan membuat tenaga
pendidik malas dalam berpikir dan berinovasi, dan berujung kepada meningkatnya
budaya mencontek diantara peserta didik.
keren blognya.
BalasHapussukses selalu.
jangan bosen posting yang bermanfaat.
kunbalnya.
ugl-kreatif.blogspot.com